Pemimpin yang berwibawa, adalah pemimpin yang dapat ditaati dan dipatuhi oleh rakyatnya, karena kebijaksanaan dalam kepemimpinannya, karena kasih sayangnya kepada rakyatnya, dan karena kejujuran serta ketulusan dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang berwibawa akan memimpin, membimbing dan mengajak rakyatnya kepada jalan yang benar dan yang diridhoi Allah SWT.
Pemimpin yang baik yaitu; pemimpin yang akan selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT, dan hukum-hukum yang disyariatkan-Nya, yang membela dan menegakkan kebenaran, yang berani mengajak dan menyuruh mengerjakan yang ma'ruf, dan pemimpin yang berani mencegah serta memberantas segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan. Ia bekerja atas dasar karena melaksanakan tugas risalah Allah, yakni sebagai khalifah-Nya di muka bumi, untuk membangun kemakmuran bersama.
Pemimpin yang seperti inilah yang akan berwibawa di hadapan rakyatnya. Oleh karena itu seorang pemimpin yang Islami, seyogiyanya memiliki karakter seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an.
"(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (ikhlasdan jujur)." (QS. Al-Hajj [22]: 41)
"(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (ikhlasdan jujur)." (QS. Al-Hajj [22]: 41)
Sehingga ketaatan dan kepatuhan rakyat kepada kepemimpinannya, timbul karena rasa hormat dan kasih sayang. Pembelaan mereka kepada pemimpinnya itu berdasarkan rasa cinta karena Allah, serta demi menunaikan perintah syariat agama, sesuai dengan yang diinstruksikan langsung oleh Allah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri (para pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri (para pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
(QS. An-Nisa' [4]: 59)
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin (yang mengikuti Rasul), Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."
(QS. An-Nisa' [4]: 115).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Aku berwasiat kepadamu agar bertaqwa kepada Allah 'Azza wajalla, agar mendengar, taat dan patuh terhadap pemimpin, meskipun yang memimpinmu itu seorang budak. Barangsiapa yang panjang umur, maka dia akan melihat banyak perbedaan pendapat. Berpeganglah kepada sunnahku dan sunnah-sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu. Waspadalah terhadap ciptaan bid'ah persoalan yang baru, karena sesungguhnya setiap bid'ah adalah sesat."
(Hadits shahih riwayat Attirmidzi).
Untuk menjadi pemimpin yang ditaati dan dipatuhi, para pemimpin atau calon pemimpin harus mengutamakan kejujuran dan kebersihan hati nuraninya, melaksanakan amanah dengan benar dan memberikan keteladanan. Terhadap pemimpin yang memiliki sifat seperti ini, maka rakyat akan mendukung, membantu, menyayangi dan membelanya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pemimpin.
Tetapi sebaliknya jika para pemimpin sudah berkhianat, menjual rakyat, tamak, bermaksiat, dzalim dan mementingkan syahwat pribadi atau golongannya sendiri, maka rakyat akan menghujat dan melaknat, melawan, membangkang dan memberontak. Karena, ketaatan rakyat yang sesuai dengan perintah syariat itu pun harus bersyarat, yakni ketaatan kepada pemimpin yang tidak bermaksiat dan tidak membiarkan kemaksiatan kepada Allah yang muncul dihadapannya.
Seperti yang djelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
"Tidak ada ketaatan kepada seseorang yang tidak taat kepada Allah." (HR. Abu Ya'la)
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Penciptanya (Allah)." (HR.Ahmad & Al-Hakim).
"Tidak ada ketaatan kepada seseorang yang tidak taat kepada Allah." (HR. Abu Ya'la)
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Penciptanya (Allah)." (HR.Ahmad & Al-Hakim).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga memberikan penjelasan untuk menjadi panduan berharga kepada para pemimpin atau calon pemimpin dalam sabdanya; "Khianat yang paling besar adalah bila seorang penguasa memperdangangkan rakyatnya." (HR.At Thabrani)
Yang dimaksud memperdagangkan rakyatnya adalah, menukar keadaan kemiskinan rakyatnya untuk mencari hutangan kepada para rentenir dengan menjaminkan asset nasional. Setelah hutang diperoleh, bukannya untuk memakmurkan rakyatnya tetapi dikorup untuk menumpuk kekayaan para pejabat dan kepentingan bermegah-megahan para penguasa.
Termasuk menjual rakyatnya adalah penguasa yang mengusir, mengejar-ngejar dan memusuhi sebagian rakyat anak-anak negerinya yang militan, cerdas dan tidak mau tunduk kepada pihak penjajah yang memberi renten (hutang) dengan tuduhan sebagai teroris. Dengan mengorbankan rakyatnya yang dituduh sebagai teroris oleh penjajah, karena dianggap akan mengganggu dan menghambat kepentingan rentenir penjajah dalam rangka mengeruk harta kekayaan suatu negara yang digadaikan oleh penguasanya untuk mendapatkan hutangan tersebut, maka pihak rentenir penjajah tadi semakin dermawan mendukung biaya kampanye (promosi) sang pemimpin atau calon pemimpin tadi, kemudian bersikap toleran dan membantu tim suksesnya, serta siap menambahkan pinjaman hutang-hutang baru, pada saat ia terpilih menjadi pemimpin kembali.
Bangsa ini, seperti perumpamaan sebuah rumah tangga yang terlibat dengan rentenir. Jika pembiayaan pembangunannya dengan berhutang kepada rentenir dan untuk memenuhi kebutuhan gengsinya agar disebut keluarga atau bangsa yang modern.
Dengan menggadaikan tanah, usaha dan rumahnya demi mendapatkan hutang, maka sesungguhnya sama dengan merelakan diri dan keluarganya untuk dijajah oleh orang lain, setelah hutang diperoleh, alih-alih digunakan untuk membangun usaha yang produktif, tetapi diselewengkan (dikorup) untuk hura-hura dan hidup bermewah-mewah.
Kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga yang telah biasa hidup mewah seperti itu, akan lupa bahwa disamping mereka harus menghidupi diri dan keluarganya, keturunan generasi penerusnya pun memerlukan jaminan kehidupan dalam jangka panjang. Tetapi harta dan asset kekayaannya telah digadaikan.
Pada saat sebelum itu terjadi, ada diantara anak-anaknya yang cerdik, militan dan mempunyai semangat juang yang tinggi, untuk mempertahankan rumah, tanah dan usahanya agar bisa lepas dari cengkeraman para rentenir penjajah dan agar suatu saat mampu hidup mandiri dan terhormat.
Anak-anak yang tidak setuju dengan kebijakan orang tuanya untuk terus berhutang itulah sebenarnya anak-anak yang baik dan punya jati diri. Sehingga terus berusaha menyadarkan kepala rumah tangga (pemimpinnya) untuk melakukan upaya-upaya perubahan dan untuk mencegahnya.
Namun anak-anak keluarga negeri yang militan, yang berani dan yang berpotensi seperti itu, justru malah dianggap sebagai biang kerok, pembangkang, pemberontak, dan sebagai musuh dalam selimut yang merecoki dan mengganggu kepentingan keluarga. Sehingga harus dikucilkan, dijebak, dituduh radikal, teroris ditangkap dan dipenjarakan.
Anak-anak yang cerdas dan punya visi dan misi mempertahankan eksistensi kehormatan dan keutuhan keluarganya itu justru dimusuhi, disingkirkan dan diusir. Semuaya itu dilakukan oleh kepala rumah tangga dan kroni-kroni anggota rumah tangganya demi menyenangkan sang rentenir dan menghormati kepentingan sang rentenir. Dengan demikian sang rentenir terus memberikan pinjaman-pinjaman dan memberikan gula-gula kehidupan. Seperti itulah perumpamaannya.
Meskipun sebenarnya pinjaman itu akan mematikan eksistensi keluarga itu. Mereka tidak mau perduli. Bahkan jika suatu saat nanti; rumahnya, tanah dan asset keluarganya harus disita oleh para rentenir. Dan jika asset tersebut habis tetapi hutang-hutangnya belum terbayar, mereka pun tidak perduli dan tidak malu jika terpaksa menggadaikan anak-anaknya untuk jadi korban dan untuk menjadi tumbal guna membayar hutang-hutangnya. Inilah makna menjual rakyatnya.
Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda, "Ada tiga perkara sebagai musibah yang akan membinasakan yaitu,
1) Seorang penguasa yang bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurinya, dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak memaafkanya.2) Tetangga yang bila melihat kebaikanmu dia pendam tetapi bila melihat aibmu ia sebarluaskan.
3) Isteri yang bila kamu berkumpul dia akan mengganggumu dan bila kamu pergi dia akan menghianatimu."
(HR. Ath-Thabrani).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan penegasan yang sangat jelas, dalam sebuah haditsnya berikut ini:
"Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu bangsa, maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana, dan dijadikan ulama-ulama mereka yang menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta benda di tangan orang-orang yang dermawan. Tetapi jika Allah menghendaki kehancuran bagi suatu negeri, maka Dia jadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. Dijadikannya orang-orang yang dungu (fasik) yang menangani hukum dan peradilan, dan harta benda berada di tangan orang-orang yang bakhil" (HR. Ad-Dailami)
Keadaan negara yang menuju kepada kehancuran seperti ini nampaknya telah mulai terjadi sejak era orde baru berkuasa. Para pemimpin bangsa menjual rakyatnya, karena telah terlibat hutang dan demi mendapatkan pinjaman baru. Para penguasa berbuat sewenang-wenang kepada rakyatnya, demi memenuhi pesanan penjajah yang menjadi wali pelindung dan Bos besarnya. Pada saat pemilu untuk meraih kekuasaan, atau untuk mempertahankan kekuasaan, mereka pura-pura baik kepada rakyat, memberikan santunan dan janji-janji manis.
Tetapi pada saat telah duduk sebagai penguasa, mereka melakukan pengkhianatan. Mereka melakukan kecurangan, arogan dan mengusir rakyat-rakyat kecil yang seharusnya mereka santuni. Yang seharusnya mereka carikan tempat tinggal dan yang seharusnya mereka berikan tempat untuk berusaha. Pemimpin atau calon pemimpin seperti ini, tidak layak untuk dipilih.
Jika ada pemimpin atau calon pemimpin yang menjadikan kaum militan pencinta aturan Tuhan yang ingin membangun usaha secara mandiri, membangun negeri dan mempertahankan jatidiri, mereka persulit dengan ijin-ijin dan regulasi yang mengada-ada. Sementara para pengusaha yang suka korup dan ingin membuka mall-mall usaha baru yang dapat mematikan pasar-pasar tradisional, mereka dukung dan mereka setujui. Maka pemimpin atau calon pemimpin seperti itu, tidak layak untuk dipilih.
Kebiasaan perilaku para pemimpin dan pejabat negeri yang seperti itu, belum juga disadari oleh rakyat dan warga masyarakat bangsa ini. Mereka masih saja suka ditipu dan dibohongi untuk memilih pemimpin-pemimpin seperti mereka. Mereka memilih pemimpinnya tidak berdasarkan panduan yang ditentukan dan diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Mereka terjebak dan tertipu oleh propaganda media yang disebarluaskan dan dibiayai oleh jurgan dari luar negeri yang menjadi promotor mereka pada saat melakukan kampanye-kampanye. Orang-orang yang seharusnya dicegah untuk menjadi pemimpin bangsa, justru dipilih dan dibela oleh rakyat, tidak perduli apakah pemimpin itu sehat atau cacat.
Sementara orang yang layak dipertahankan atau dipilih menjadi pemimpinnya justru ditolak, dimusuhi dan dilengserkan. Ingatkah kita terhadap kesalahan kita pada saat melengserkan mantan Presiden BJ Habibie?
Allah dan Rasul-Nya telah memberikan panduan lengkap dan beberapa kriteria dalam memilih pemimpin Umat atau seuatu bangsa, yaitu:
Orang-orang yang tidak layak untuk dipilih menjadi pemimpin umat atau pemimpin bangsa, yakni seperti berikut.
A. Orang-orang kafir, baik dari kalangan, komunis, yahudi maupun nasrani.
"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin/pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka (maksudnya, jika keadaan kaum muslimin masih minoritas). Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)." (QS. Ali Imran (3):28)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Maidah [5]: 51).
Larangan ini bukan karena SARA', atau karena kedengkian atau diskriminatif, ini perintah Allah, ini Syariat Allah. Jika larangan dan peringatan Allah untuk tidak memilih kaum kafir ini dilanggar oleh umat Islam yang sebagian besar rakyat negeri ini adalah muslim, maka Allah memberikan ancaman yang sangat berat yakni,
Ancaman Pertama, Allah akan menghentikan memberikan pertolongan-Nya kepada bangsa kita. Ini dijelaskan oleh Allah dalam surat Ali Imran ayat 28 di atas. Dan ancaman ini pun telah dibuktikan oleh Allah dalam bentuk tertolaknya doa-doa kaum muslim yang berkali-kali melakukan istighosah untuk dapat keluar dari krisis multidimensi yang melanda negeri ini dan agar dijauhkan dari bala bencana. Tetapi musibah dan bencana, malah semakin sering terjadi dan semakin beraneka ragam bentuknya.
Dalam kenyataannya, keadilan pun belim juga menunjukkan tanda-tanda akan dapat ditegakkan, sehingga perkelahian antar kelompok dan peperangan antar etnis semakin parah. Kejahatan justru semakin terorganisir, mengganas dan merajalela dengan berbagai jenis bentuk dan motifnya. Korupsi dan manipulasi masih terus berkembang semakin canggih dan rapih serta sulit diberantas.
Arogansi kepemimpinan dan para penguasa semakin kentara, ulama-ulama difitnah dan dituduh menyebarkan Radikalisme. Pejuang-pejuang anti penjajah, yang dahulu disebut ekstrimisme, kini dituduh dan disebut sebagai terorisme. Budaya kekerasan, tipu daya dan rekayasa, penggusuran dan kedzaliman-kedzaliman terhadap rakyat yang lemah makin sering terjadi. Ini terjadi, diantaranya karena kita (rakyat negeri ini) salah dalam memilih pemimpin.
Mari kita lihat ancaman Allah tersebut, jika kita salah memilih pemimpin. Allah telah berfirman:
"Katakanlah: " Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu [Azab yang datang dari atas seperti angin putting beliung, petir dan lain lain, sedangkan yang datang dari bawah seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan sebagainya] atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan, perpecahan dan peperangan antar etnis) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti [Maksudnya: Allah SWT mendatangkan tanda-tanda peringatan-Nya dalam berbagai rupa dengan cara yang berganti-ganti] agar mereka memahami(nya)". (Al An'am (6):65)
"Katakanlah: " Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu [Azab yang datang dari atas seperti angin putting beliung, petir dan lain lain, sedangkan yang datang dari bawah seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan sebagainya] atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan, perpecahan dan peperangan antar etnis) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti [Maksudnya: Allah SWT mendatangkan tanda-tanda peringatan-Nya dalam berbagai rupa dengan cara yang berganti-ganti] agar mereka memahami(nya)". (Al An'am (6):65)
Ancaman Kedua; Jika kita salah memilih pemimpin, hal itu akan menjadi alasan bagi Allah untuk segera menurunkan azab-Nya yang sangat dahsyat. Ancaman ini telah sering terjadi dan telah dibuktikan pula oleh Allah dengan adanya musibah tsunami, gempa bumi, banjir, longsor, luapan lumpur sebagian isi perut bumi yang terjadi di Porong dan Sidoarjo, angin putting beliung, kecelakaan-kecelakaan pesawat, kapal tenggelam, wabah penyakit dan lain-lainnya, yang terus berulang dan silih berganti. Allah menjelaskan hal ini dalam firman-Nya di bawah ini.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir (=> komunis, yahudi, nasrani, kaum munafik) menjadi wali (pemimpinmu) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS. An-Nisa' [4]: 144).
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir (=> komunis, yahudi, nasrani, kaum munafik) menjadi wali (pemimpinmu) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS. An-Nisa' [4]: 144).
Ancaman Ketiga, Jika kita salah memilih pemimpin, yakni akan menjadi alasan bagi Allah untuk mengalahkan dan menghinakan kita sebagai suatu kaum atau bangsa yang di dalamnya terdapat banyak kaum muslimin.
Inipun telah dibuktikan oleh Allah terhadap bangsa ini, yakni kehidupan bangsa yang menjadi hina, karena merajalelanya kasus korupsi, kasus suap, perzinahan, narkoba, kejahatan pembajakan hak cipta dan kejahatan intelektual dan penyelewengan lainnya.
Sehingga menempatkan bangsa ini kepada ranking tertinggi ke 3 di dunia, yakni sebagai bangsa terkorup dan menjadi bangsa yang selalu kalah dalam segala hal yang berkaitan dengan hubungan internasional. Semuanya didikte dan diobok-obok oleh bangsa lain.
Ini adalah kehinaan derajat bangsa ini, sehingga rakyat dan komponen bangsa ini pun terus terpuruk dalam jurang kemiskinan dan kesulitan ekonomi. Allah menjelaskan masalah ini dalam ayat-Nya berikut ini.
"Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil (menjadikan) orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan hanya kepunyaan Allah." (QS.An-Nisa' [4]: 138-139).
Oleh karena itu marilah kita perhatikan ancaman Allah SWT ini dan kita taati ketentuan-ketentuan dari-Nya yang berkaitan dengan memilih pemimpin negeri ini, agar kita tidak salah memilih pemimpin yang culas dan dapat mempercepat proses terjadinya kehancuran negeri yang kita cintai ini.
B. Orang-orang fasik dan orang yang berpaham sekularistik yang suka merusak agama.
Orang yang berpaham sekuler juga tidak boleh dipilih untuk menjadi pemimpin umat atau pemimpin bangsa yang sebagian besar rakyatnya orang muslim. Karena mereka akan menimbulkan banyak kerusakan pada umat, terutama kerusakan aqidah.
Seperti yang terjadi dan dilakukan di Turki oleh Mustafa Kamal Attaturk. Orang yang berpaham sekuler adalah orang yang memisahakan urusan agama dari segala urusan dunia dan negara. Mereka juga sering disebut kaum abangan dan kaum nasionalis.
Bagi orang sekuler, agama adalah untuk urusan pribadi antara dirinya dengan Tuhannya dan khusus mengurusi masalah-masalah ibadah. Agama hanya berlaku di dalam masjid dan mushola-mushola, atau dalam gereja dan biara-biara. Di luar itu agama tidak boleh diberlakukan.
Apalagi untuk mengurus masyarakat yang beragam (plural) dan untuk mengurus aturan negara. Inilah paham orang-orang sekular dan liberal yang istilah umumnya sering disebut kaum nasionalis sepilis.
Padahal orang Islam yang beriman justru lebih nasionalis dan pluralis serta paling toleran terhadap keanekaragaman budaya dan kebhinekaan, dari pada orang liberal yang mengaku nasionalis. Lihat dan baca Al Qur'an surat Ali Imran (3) ayat 103.
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk".
Artinya, umat Islamlah yang paling berhak untuk menjamin tegaknya persatuan dan kesatuan di negara yang plural dan heterogen seperti ini. Syaratnya; para pemimpinnya harus berani berpegang teguh terhadap tali agama Allah dan menegakkan hukum-hukum Allah SWT.
Mereka (orang-orang sekuler dan liberal yang suka mengaku nasionalis) suka memperolok-olokkan aturan agama, memilih-milih dalil agama yang bermanfaat bagi kepentingan mereka, dan menolak, mencela, atau membantah segala aturan agama yang bertentangan dengan kepentingan hawa nafsu mereka. Istilah dalam agama adalah mempermainkan aturan Allah. Lidahnya mengaku beriman, tapi hatinya menolak dan membangkang. Orang seperti ini juga disebut sebagai orang munafik.
Orang seperti ini umumnya pandai merayu dan pandai berjanji. Intelek tetapi pandai berdusta, pandai bicara tetapi pandai pula menutupi kedustaan hatinya. Bahkan orang seperti ini juga sering bersumpah palsu, demi memuluskan segala obsesi hawa nafsunya.
"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya (janji-janjinya) tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya ia berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya." (QS. Al-Baqarah [2]: 204-206)
"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya (janji-janjinya) tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya ia berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya." (QS. Al-Baqarah [2]: 204-206)
Jika bangsa ini ingin maju dan diberkati, maka ketahuilah bahwa orang-orang yang memiliki karakter seperti di atas tadi, tidak boleh dipilih menjadi pemimpin kita. Allah telah memberikan larangan yang sangat jelas pada ayat berikut ini.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil (memilih) jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu (yahudi & nasrani), dan orang-orang yang kafir (komunis dan orang munafik/musyrik/riya). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman." (QS. Al-Maidah [5]: 57).
Jadi…. masalah politik untuk urusan pilih memilih pemimpin ini, sebenarnya termasuk kewajiban dari Allah, dan Allah pun telah menurunkan syariat-Nya dengan sangat jelasnya. Tinggal bagaimana kita. Apakah ingin menjadi rakyat yang terhormat dan mendapat ridho Allah, atau ingin menjadi rakyat yang tertindas dan terlaknat, karena memilih pemimpin yang salah.
Semuanya kembali kepada keputusan dan pilihan kita, termasuk segala resiko ancaman Allah yang harus kita pertanggung jawabkan.
C. Orang Islam, tetapi cenderung berteman atau mendukung kepada orang kafir.
Orang-orang seperti ini juga tidak boleh (dilarang) untuk dipilih menjadi pemimpin. Meskipun orang-orang seperti ini adalah bapak-bapak kita sendiri, karib kerabat kita atau orang-orang dekat kita.
Dalam hal ini, Allah pun memberikan panduan yang tegas dan jelas, bahkan memberikan ancaman sebagai orang yang dzalim, jika larangan ini dilanggar, seperti yang tercantum dalam firman-Nya berikut ini.
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali (pemimpinmu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali (pemimpinmu), maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. At-Taubah [9]: 23).
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali (pemimpinmu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali (pemimpinmu), maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. At-Taubah [9]: 23).
Yang dimaksud mengutamakan kekafiran daripada keimanan adalah, mereka lebih cenderung menolak syariat Allah, lebih memusuhi orang-orang yang memperjuangkan tegaknya syariat Allah, dan lebih senang menerima hukum-hukum jahiliah yang berpihak kepada kekafiran dan berpihak kepada orang-orang kafir serta berpihak kepada pelaku maksiat. Juga berarti, orang-orang yang lebih suka bergaul dan berkolaborasi (bekerjasama) dengan orang-orang kafir untuk memusuhi dan menolak pemberlakuan syariat Allah, melindungi/membekingi kemaksiatan dan kedurhakaan.
Karena kelompok pelaku kemaksiatan, kekafiran dan kedurhakaan tersebut telah mendukung dan memberi kontribusi, berjasa dan menyumbangkan dana besar bagi diri dan tim suksesnyanya untuk meraih dan kedudukannya. Bahkan dalam masa kepemimpinannya bisa menambah pemasukan devisa (dana) untuk dapat memperkokoh jabatannya di dunia dalam rangka melaksanakan program dan janji-janji kampanyenya.
Pemimpin atau calon pemimpin seperi ini, biasanya akan lebih senang bergaul dengan orang-orang yang sesat dan para pelaku maksiat, daripada bergaul dan bekerja sama dengan orang-orang taat yang beriman dan selalu bertakwa. Meskipun mereka terkadang juga berusaha untuk mendekati para ulama juga.
D. Orang yang di luar kelompok kaum muslimin atau diluar kaum mukminin.
Orang yang diluar kelompok kaum muslimin juga dilarang untuk dipilih menjadi pemimpin umat atau pemimpin bangsa yang sebagaian besar penduduknya muslim.
Yang dimaksud dengan di luar kelompok kaum muslimin di sini adalah mereka yang tidak dikenal jatidirinya, tidak dikenal aqidah keislaman dan keimanannya, atau yang samar-samar aqidahnya atau tidak baik track record-nya.
Sebagian orang seperti ini adalah mereka-mereka dari golongan kaum musyrik yang lebih cenderung tidak beragama (Atheis dan Komunis), atau pengikut aliran-aliran kepercayaan, yang masih suka percaya kepada wangsit, jimat, keris, dan ada pula sebagian ulama yang mengatakan mereka ini adalah kaum Majusi, Hindu, atau Budha.
Dalam hal ini Allah juga memberikan penegasan seperti dalam ayat berikut ini.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami (juga orang) beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
(QS. Ali 'Imran [3]: 118-120).
E. Orang yang tamak, pengumbar janji dan yang terlalu berambisi.
Orang yang berambisi untuk menjadi pemimpin, pada umumnya punya agenda terselubung dengan visi dan misi tersembunyi di dalam hatinya, yakni ambisi jabatan untuk mendapat kemewahan dan ketamakan.
Meskipun adakalanya visi dan misinya itu pada awalnya baik dan menarik, tetapi yang lebih dominan dan sering terjadi setelah mendapatkan kedudukan dan jabatan adalah: misi dan ambisi pribadi yang buruk, yakni ingin mendapatkan harta kekayaan yang banyak dan mendapat popularitas yang hebat.
Calon pemimpin yang ambisius seperti ini, pada umumnya suka mengumbar janji, berani mengorbankan apa saja demi mendapatkan apa yang jadi ambisinya. Mereka berani melakukan money politik dan sogokan-sogokan lainnya. Setelah kekuasan diraih, maka yang dilakukan dan menjadi target sampingannya adalah bagaimana mengembalikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dan digunakannya untuk meraih posisi kepemimpinan dan kekuasaannya itu, dengan segala cara.
Segala janji-janji yang pernah diikrarkan pada saat kampanye, bahkan sumpah janji yang diikrarkan ketika diambil sumpah jabatannya pun cenderung diingkarinya. Ini adalah kebiasaan yang telah menjadi rahasia umum dari para penguasa.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berwasiat dalam sabdanya melalui Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu, maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ada ambisimu, maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Hadits tersebut memberikan isyarat kepada kita dan warga masyarakat, untuk tidak memilih calon pemimpin yang suka mengumbar janji dan terlalu berambisi, karena dibalik ambisinya, bisa jadi ia menyimpan niat buruk untuk mencari dan mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi atau kolega para pendukungnya, dan untuk menumpuk-numpuk harta kekayaan dan materi duniawi.
Dalam hadits yang lain juga dijelaskan, "Jabatan (kedudukan) pada permulaannya adalah penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan dan pada akhirnya adalah azab pada hari kiamat." (HR. Ath-Thabrani)
Yang dimaksud jabatan dalam hadits ini adalah jabatan dan kedudukan yang diraih dengan cara yang tidak terhormat dan berdasarkan ambisi tertentu. Tetapi jabatan yang diterima dan diamanahkan tanpa dilatar belakangi ambisi, dan dijalankan dengan tulus, jujur dan penuh amanah, maka Insya Allah hasilnya adalah kebaikan dan pahala yang sangat membahagiakan.
Mari kita perhatian wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar kita berhati-hati dalam memilih pemimpin bangsa kita. Karena merekalah yang akan mengurus dan melayani segala kepentingan warga masyarakat dan rakyat bangsa kita. Kalau kita salah memilih dan tertipu, maka segala akibatnya akan kembali kepada kita dan kita pula yang akan menanggung dan merasakan penderitaan segala akibat keburukannya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan perintah dengan bijaksana, tetapi setelah turun dari mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk daripada bangkai." (HR. Ath-Thabrani).
"Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan perintah dengan bijaksana, tetapi setelah turun dari mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk daripada bangkai." (HR. Ath-Thabrani).
PEMIMPIN YANG SEHARUSNYA MENJADI PILIHAN UMAT ISLAM.
Para pemimpin dan calon pemimpin yang seharusnya dipilih oleh rakyat dan umat Islam di negeri ini adalah yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan petunjuk yang dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni:
a. Orang-orang muslim yang benar-benar beriman (Orang mukmin).
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?" (QS. An-Nisa' [4]: 44)
Dengan memilih orang mukmin, insya Allah kemakmuran, keadilan, kedamaian, persatuan dan kesatuan akan dapat diwujudkan dan dipertahankan secara bersama-sama. Bahu membahu, tolong menolong dan bekerja bersama dengan rakyatnya untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bersama.
Karena, kepemimpinan orang-orang mukmin selalu dilandasi dengan ketaatan kepada Allah dan ketundukan kepada aturan Allah, sehingga pemimpin seperti ini, akan selalu melakukan penyerahan diri hanya kepada Allah semata, dan tidak mau tunduk atau berpihak kepada kepentingan orang-orang yang durhaka, pelaku maksiat dan orang-orang yang sesat. Meskipun diiming-imingi (bahasa jawa) dengan hadiah-hadiah, gratifikasi ataupun sogokan harta yang melimpah ruah.
Para pemimpin mukmin yang menjadi pilihan rakyat seharusnya seperti yang dijelaskan oleh Allah yaitu, orang-orang yang senantiasa menegakkan shalat, suka mengeluarkan zakat (untuk berbagi dengan kaum miskin), menyuruh untuk berbuat ma'ruf dan mampu atau berkomitmen untuk mencegah terjadinya kemungkaran, serta selalu ruku'(= tunduk dengan aturan Allah) menyerahkan diri atau meminta pertolongan dan bertawakkal hanya kepada Allah.
Inilah tipe pemimpin yang akan mendapat pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan harus dipilih oleh umat Islam bangsa ini, sehingga kehormatan dan kedaulatan bangsa ini dapat kembali terangkat dan dapat dipertahankan.
"(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al-Hajj [22]: 41).
b. Orang mukmin yang selalu berupaya menegakkan hukum secara adil dan menjamin terjadinya keadilan, yang mampu mengajak berbuat baik dan bersikap tegas terhadap bahaya terjadinya perpecahan dan dis-integrasi bangsa.
Para pemimpin mukmin akan selalu berupaya keras menegakkan keadilan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah.
- Akan selalu memohon petunjuk, bimbingan dan perlindungan hanya kepada Allah.
- Akan selalu berjuang dan melakukan kebaikan yang diridhoi Allah.
- Akan selalu menolong agama Allah, yakni ditegakkanya syariat Allah.
Pemimpin yang harus kita pilih adalah pemimpin yang mampu mengayomi seluruh komponen bangsa, yang berani mencegah terjadinya permusuhan atau menindak tegas gerakan-gerakan separatisme, aliran-aliran sesat. Karena setiap aliran sesat atau menyimpang, akan menimbulkan perpecahan dan des integrasi persatuan dan kesatuan bangsa.
Pemimpin yang harus dipilih adalah, yang selalu mudah berbagi terhadap sesama manusia, yang berani memberantas kemungkaran dan perbuatan keji. Ciri pemimpin seperti inilah yang memiliki karakter seperti yang ditegaskan oleh Allah dalam ayat-Nya yang mulia berikut ini.
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."
(QS. An-Nahl [16]: 90).
c. Pemimpin yang harus kita pilih adalah orang mukmin yang mempunyai karakter selalu menepati janjinya, tidak mudah memberi janji, tetapi visioner dan tidak peragu, tidak plin plan, teguh pendirian dan tidak loyo.
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
(QS. An-Nahl [16]: 91-92).
Kita harus berupaya memunculkan dan memilih para pemimpin muslim yang benar-benar beriman. Yang mampu memberi keteladanan dalam beramal shaleh. Yang selalu berupaya keras untuk mewujudkan pembangunan yang berlandaskan moral dan nilai-nilai luhur ajaran agama. Dan calon pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan secara professional, berakhlak yang baik, tidak suka mengumbar janji, tetapi selalu menepati janji seperti yang jelaskan oleh Allah dalam firman-Nya di atas.
Meskipun jumlah orang-orang seperti ini masih sangat sedikit dan sulit terdeteksi, tetapi Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang mukmin seperti ini. Betapa banyak orang yang jumlahnya sedikit dan sebagai kelompok kecil, tatapi karena keimanan, kesabaran, keteguhan tekad dan pendirian mereka yang kokoh, maka atas kuasa dan ijin Allah mereka mendapatkan kemenangan.
"Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti."
(QS. Al-Anfal [8]: 65).
"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut hanya kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang akan mendapat kemenangan."
(QS. An-Nuur [24]: 52)
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
(QS. An-Nuur [24]: 55).
Kita bisa membaca kisah Thalut, seorang pemimpin yang tadinya dianggap sepele, miskin harta, tidak memiliki kewibawaan dalam sisi harta kekayaan, tetapi sukses membebaskan negerinya dari kekuasaan raja yang dzalim yakni Jalut, sebelum kerajaan itu akhirnya diwariskan kepada Nabi Daud alaihis salam dan akhirnya diwariskan kepada Sulaiman.
"Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu (pemimpinmu)." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan (berisi kitab Taurat) dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman."
(QS. Al-Baqarah [2]: 247-248)
"Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu yang meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya."Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, Thalut dan tentaranya pun berdoa: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir." Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (kenabian & kitab Zabur) sesudah meninggalnya Thalut dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." (QS. Al-Baqarah [2]: 249-251).
Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, Thalut dan tentaranya pun berdoa: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir." Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (kenabian & kitab Zabur) sesudah meninggalnya Thalut dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." (QS. Al-Baqarah [2]: 249-251).
d. Pemimpin mukmin yang harus dipilih adalah pemimpin yang tegas, tegar dan yang berani mempertahankan eksistensi kesatuan negeri serta mampu mempertahankan kehormatan dan jatidiri bangsanya.
Pemimpin seperti ini selalu bersiap siaga, berani mempertahankan kehormatan bangsanya, mampu melindungi kepentingan rakyatnya, dan tidak takut dengan tekanan maupun ancaman negeri-negeri kafir manapun.
Tegas dengan prinsip kesetaraan, berani menolak segala bentuk intimidasi dan penjajahan dalam bentuk apapun.
Berani melawan dan bahkan berani untuk berjuang dan berani maju ke medan perang untuk melindungi bangsanya.
Berani memimpin rakyatnya untuk mempertahankan eksistensi kehormatan dan jatidiri bangsanya, dengan landasan mengikuti perintah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti yang ditegaskan dalam ayat-ayat-Nya berikut ini.
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung."
(QS. Ali Imran [3]: 200).
"Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)."
(QS. An-Nisa' [4]: 84).
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu dan fitnah (kemaksiatan, perpecahan, kesesatan) itu lebih besar bahayanya dari pada pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
(QS.Al Baqarah (2):190-193).
e. Pemimpin mukmin yang harus dipilih oleh rakyat negeri ini, adalah pemimpin yang berani menegakkan syariat Allah dimuka bumi, sehingga dapat tercipta kemakmuran, keamanan, keadilan, kedamaian dan kehidupan yang diridhoi Allah.
Dengan kepemimpinan orang mukmin seperti ini, maka negara bisa dijalankan dengan hukum Tuhan secara adil.
Keadilan bisa ditegakkan, hukum bisa dijalankan secara benar dan tidak memihak. Bagi penganut agama selain Islam dipersilahkan menjalankan syariat ajaran agamanya masing-masing secara konsekuen, aman dan tenang.
"Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui."
(QS. Al-A'raf [7]: 181-182).
Sehingga orang-orang yang membangkang dengan hukum Tuhannya, bisa segera diberantas dan disadarkan kembali, dengan dasar hukum yang diperintahkan oleh Tuhan.
"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Maaidah [5]: 33-34).
InsyaAllah dengan kriteria pemimpin seperti yang dijelaskan inilah yang akan mampu mewujudkan kehormatan dan kewibawaan negara ini. Oleh karena itu, setiap terjadi momen pemilihan umum, kita harus benar-benar jeli, teliti dan berhati-hati dalam menentukan pilihan kita.
Sebab, jika terjadi salah pilih, kita juga yang akan menanggung akibat dan azabnya, bahkan kita juga yang akan dimintai pertanggung jawabannya di sisi Allah, Tuhan yang Maha Esa.
Wallohu'a'lam.
Semoga bermanfaat, dan dapat menjadi panduan bagi kaum muslimin, dalam keterlibatannya melakukan pemilihan umum, untuk memilih wakil-wakil rakyat maupun pemimpin umat.
سُبْحَانَكَ الَّلهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوبُ اِلَيْكَ
Maha Suci Engkau Ya Tuhan kami, dan segala puji hanya milikMu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampun kepadaMu dan aku bertaubat kepadaMu.
Rating: 4.5
Reviewer: google.com
ItemReviewed: Kepemimpinan dalam Islam: Memilih Pemimpin Umat Islam.