kala Menangis menjadi Ukuran...

Posted by Noer Rachman Hamidi on Sunday, November 1, 2015


Tahukah Anda, bila salah satu indikator kekuatan umat itu ada pada kapan dan mengapa mereka itu menangis. Di puncak keterpurukan umat saat ini, orang menangis karena kursi yang diidamkan lepas dari tangan. Investasi yang digadang-gadangnya ternyata mengalami kerugian, kekasih yang dicintainya – diambil orang dan berbagai alasan sepele lainnya. Kapan terakhir kalinya kita menangis ketika melihat perpecahan di tengah umat ?, ketika keimanan hilang dari pendidikan generasi muda kita ? ketika kita melihat kelaparan ? dan perbagai alasan lain yang lebih essential ?

Ada pelajaran menarik dari tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan Islam di Andalusia. Ratu Isabella – penguasa salib rajin menyebar mata-mata ke seluruh penjuru untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan kaum muslimin – semacam kita membuat SWOT Analysis sekarang ! Hasil dari SWOT analysis-nya inilah yang nantinya akan digunakan untuk menentukan kapan waktu terbaik untuk menyerang kaum muslimin.

Salah satu mata-mata terbaik mereka kemudian memasuki kota terakhir  yang masih dikuasai kaum muslimin. Dia menjumpai anak kecil berusia 8 tahun yang lagi menangis tersedu-sedu sendirian. Dia dekati dan bertanyalah sang mata-mata :

“Apa yang membuatmu menangis nak ?” tanya si mata-mata.

Anak kecil itu menjawab : “Biasanya aku melempar dengan satu batu ini dan aku mendapatkan dua burung sekaligus. Tapi kali ini aku melempar dengan satu batu hanya mendapatkan satu burung dan yang satunya berhasil terbang”.

“Bukankah itu sudah lumayan ?” tanya si mata-mata.

Anak kecil itupun langsung membantahnya : “ Tidak, karena kalau negeri ini dimasuki oleh tentara musuh dan aku hanya  punya satu tombak, dan aku hanya bisa membunuh satu musuh sedangkan yang lain membunuhku, maka aku akan menjadi celah masuknya musuh Islam ke negeri ini. Aku tidak mau demikian itu terjadi”.

Mendengar jawaban anak kecil itu si mata-mata kaget bukan kepalang. Karena bila anak kecilnya saja seperti ini, lantas seperti apa bapaknya ? seperti apa pula paman-pamannya ? Si mata-mata-pun kemudian menulis surat ke ratunya dan mengabarkan : “ Bukan sekarang waktu yang tepat untuk menyerang negeri kaum muslimin ini”.

Kemudian 20 tahun berselang ketika mata-mata yang sama kembali memasuki kota yang sama pula. Di gerbang kota itu dia jumpai seorang pemuda yang lagi menangis tersedu-sedu sendirian. Saat itu waktu sudah mulai senja, dan sang mata-mata-pun bertanya :

“Apa yang membuatmu menangis anak muda ?”

Anak muda itupun menjawab : “Aku sedang menunggu kekasihku yang janji berjumpa di tempat ini sebelum dhuhur. Sekarang sudah menjelang terbenam matahari dia belum juga datang. Saya kawatir terjadi apa-apa dengannya”.

Mata-mata itupun gembira mendengar jawaban ini, segera dia menulis laporan intelijennya yang singkat ke sang ratu : “Sekarang waktunya untuk menyerang kaum muslimin !”.

Kita bisa berkaca sekarang, apakah tangisan-tangisan kita seperti tangisan anak kecil tersebut di atas ? atau tangisan si pemuda ? maka itulah kondisi umat saat ini.

Kaum muslimin di Jakarta khususnya, mestinya sekarang banyak-banyak menangis. Bukan karena Jakarta masih sering dilanda banjir, kebakaran, kemacetan dan lain sebagainya. Tetapi menangis karena keprihatinan yang sangat mendalam, kok bisa umat yang mayoritas ini tidak mampu mendudukkan pemimpin terbaiknya untuk memimpin mereka ?

Umat harus banyak-banyak menangis, manakala sudah ada satu calon pemimpin muslim yang akan maju – kemudian bermunculan calon-calon lainnya. Karena dengan banyaknya calon dari kaum muslimin, masing-masing justru menjadi titik lemah umat – karena suara umat akan terpecah dan hanya menguntungkan pihak lain.

Banyak sekali saat ini yang bisa menjadi alasan umat untuk menangis, selain ketimpangan politik dan  riba, juga berbagai ketimpangan ekonomi, sosial, kerusakan lingkungan dan berbagai kerusakan lainnya.

Waktunya untuk menyadarkan umat, untuk mulai bersiaga ditempatnya masing-masing. Agar masing-masing kita tidak menjadi jeruji yang patah tempat masuknya musuh mengobok-obok keimanan dan ke-Islaman kita. Agar masing-masing kita tidak menjadi titik lemah umat yang sampai membuat anak kecil 8 tahun tersebut di atas menangis ! Hanya dengan ketaatan untuk bersiaga di tempat kita masing-masing inilah umat insyaAllah akan bisa kembali menang.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Zayd bin Aslam : “ Abu ‘Ubaydah menulis kepada ‘Umar bin Khattab dan menyampaikan kepadanya bahwa tentara Romawi sedang memobilisasi kekuatannya. ‘Umar membalas surat itu : “ Allah akan segera merubah segala kesulitan yang diderita oleh orang-orang yang beriman, menjadi kemudahan, dan tidak ada kesulitan yang akan bisa melawan dua kemudahan. Allah berfirman dalam kitabNya :

"Wahai orang-orang yang beriman ! bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga (ribath) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (QS 3:200)

Medan untuk bersiap siaga di ujung-ujung perbatasan yang langsung berhadapan dengan musuh itu sekarang menjadi sangat luas, karena perang di jaman ini tidak lagi terbatas pada peperangan dengan senjata.

Medan perang itu terjadi di dunia politik, ekonomi, sosial dan segala aspek kehidupan lainnya seperti yang dideklarasikan oleh juru bicara ‘romawi ‘ jaman ini yang ingin menguasai Full Spectrum Dominance ! Masihkah kita akan menangis untuk hal-hal yang sepele ? masihkah kita akan membiarkan diri kita, posisi/kedudukan kita, pekerjaan kita, sebagai titik lemah masuknya musuh yang akan mengobok-obok negeri kaum muslimin ? mestinya tidak. InsyaAllah.


Description: kala Menangis menjadi Ukuran...
Rating: 4.5
Reviewer: google.com
ItemReviewed: kala Menangis menjadi Ukuran...
Kami akan sangat berterima kasih apabila anda menyebar luaskan artikel kala Menangis menjadi Ukuran... ini pada akun jejaring sosial anda, dengan URL : https://www.nrachman.net/2015/11/kala-menangis-menjadi-ukuran.html

Bookmark and Share

Grafik Harga Dinar terhadap Rupiah