Makanan yang Baik dan Amal Sholeh.

Posted by Noer Rachman Hamidi on Friday, September 11, 2015


Bahwasanya perbuatan baik atau amal shaleh itu nampak semakin langka di masyarakat dapat kita saksikan buktinya hari-hari ini di televisi. Berita-berita yang ada seputar begal saja seolah terintegrasi dari yang skala kecil yang dilakukan preman kampung, sampai skala ibukota negeri dalam permainan APBD – entah siapa yang memainkannya. Amal shaleh menjadi langka karena makanan masyarakat yang tidak thoyyib dari sisi zat maupun cara perolehannya. Dari mana kita bisa memperbaikinya ? salah satunya adalah melalui apa yang saya sebut wakaf kreatif !

Memperbaiki masyarakat melalui perbaikan apa yang mereka makan ini sesuai dengan perintah kepada para Rasul “Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang thoyyibaat, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 23:51). Sebagaimana rusaknya makanan melalui dua jalur yaitu zat dan cara perolehannya, maka perbaikannya juga melalui dua jalur – yaitu memperbaiki zat makanan dan memperbaiki cara-cara perolehannya.

Bila makanan kita yang berupa sumber protein nabati utama – yaitu kedelai yang kita impor – dirusak dari sananya melalui perusakan keturunannya atau lebih dikenal dengan Genetically Modified Organism (GMO), maka perbaikannya adalah kita harus menggerakkan kembali kegemaran menanam kedelai yang masih alami.

Bila makanan kita yang berupa sumber protein hewani – daging sapi – kita kawatirkan telah bercampur dengan daging sapi jalalah karena maraknya iklan pakan ternak yang bersumber dari darah di majalahnya para peternak, maka perbaikannya adalah melalui menghidup-hidupkan kembali pekerjaan para nabi yang diperintahkan ke kita hingga kini yaitu menggembala.

Dengan menggembala, kita bisa yakin bahwa ternak-ternak kita makan makanan alami mereka yaitu rumput. Barangkali inilah salah satu hikmahnya mengapa menggembala adalah termasuk hal yang diperintahkan di dalam Al-Qur’an : “Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.”(QS 20:54)

Katakanlah kita bisa mulai memperbaiki makanan kita yang bersifat zatnya, ini belum akan berarti banyak bila system ekonomi kita masih didominasi oleh ekonomi ribawi – apalagi bila diperburuk dengan ekonomi riswah, korupsi dan sejenisnya seperti yang tergambar dalam permainan APBD tersebut di atas.

Bagaimana kita mulai bisa merintis jalan untuk menggantikan ekonomi ribawi ini ? hanya dua jawabannya di Al-Qur’an yaitu melalui perdagangan dan melalui sedekah (QS 2:275-276). Umat harus kembali dibangkitkan kekuatan dagangnya – sebagaimana agama ini turun di masyarakat pedagang kota Makkah.

Umat juga harus dibangkitkan kekuatan sedekahnya, bukan hanya sedekah uang receh di kencleng masjid-masjid – tetapi sedekah yang massif dengan porsi yang besar dari harta terbaik kita, itulah wakaf. Bagaimana sedekah yang massif berupa wakaf ini akan bisa mengikis ekonomi ribawi..? 

Wakaf kreatif yang berupa modal kerja akan memancing wakaf kreatif berikutnya, yaitu siapa yang akan mengadakan mesin-mesin pemroses saus tomat, sambal, tahu dan tempe yang bersih dan higienis ? Inilah kesempatan kita yang memiliki kelebihan rezeki, dengan beberapa puluh juta saja sudah bisa berwakaf dengan satu pabrik tersebut di sebuah desa yang memiliki hasil pertanian tomat, sambal, kedelai  dlsb misalnya.

Jadi pabriknya adalah wakaf sehingga tidak perlu dibebani dengan beban riba, modal kerjanya-pun terus bertambah selain dari sebagian keuntungan yang diputar kembali – juga akan terus ada injeksi modal baru dari 1/3 keuntungan penjualan yang diniatkan untuk diwakafkan.

Apakah langkah ini akan meaningful dalam memperbaiki kerusakan yang ada di  masyarakat seperti diungkapkan di awal tulisan ini ? Wa Allahu A’lam, kita hanya mulai melakukan perbaikan yang kita bisa. Tetapi secara hitung-hitungan manusia-pun ini dimungkinkan.

Pertama, bila masyarakat berlomba menemukan cara terbaik untuk beramal shaleh antara lain dengan wakaf pabrik-pabrik saus tomat, sambal,  tahu dan tempe – maka akan bermunculan industri desa yang berbasis wakaf ini. Industri ini insyaAllah juga tidak akan kekurangan modal kerja, karena ada wakaf kreatif lainnya yaitu wakaf modal kerja yang diambilkan dari 1/3 hasil keuntungan penjualan yang akan disalurkan untuk pabrik-pabrik berikutnya di desa-desa berpotensi lainnya.

Kedua, potensi pemasaran hasil-hasil produksi saus tomat, sambal, tahu dan tempe. Misalnya seperti hasil-hasil dari  industri kedelai sebagai sumber protein utama negeri ini saja mencapai hampir Rp 60 trilyun  atau sekitar 0.5 % dari GDP kita, bila sebagian saja dari potensi ini digerakkan oleh dana wakaf – maka ini akan bisa menjadi cikal bakal yang sangat baik – tentang bagaimana kita bisa mulai mengantikan sedikit-demi sedikit ekonomi ribawi kita dengan ekonomi yang berbasis sedekah khusus berupa wakaf.

Dengan demikian kita akan bisa mulai melangkah secara konkrit, bagaimana perbaikan – perbaikan makanan itu bisa bener-bener kita mulaki lakukan, baik dari sisi zatnya maupun dari sisi cara perolehannya. Dengan perbaikan makanan inilah nantinya masyarakat akan menjadi ringan untuk beramal shaleh berikutnya.

Saya bayangkan suatu saat nanti, tontonan di televisi kita akan dipenuhi oleh ide-ide kreatif masyarakan dalam beramal shaleh – berwakaf kreatif untuk mengatasi problem-problem yang nyata di masyarakat. Masyarakat perlu tontonan yang menginspirasi untuk berbuat baik, bukan sebaliknya – tontonan yang membuat kita stress dan bahkan menginspirasi sebagian masyarakat untuk meniru perbuatan jahat. Na’udzubillahi min dzalik. Description: Makanan yang Baik dan Amal Sholeh.
Rating: 4.5
Reviewer: google.com
ItemReviewed: Makanan yang Baik dan Amal Sholeh.
Kami akan sangat berterima kasih apabila anda menyebar luaskan artikel Makanan yang Baik dan Amal Sholeh. ini pada akun jejaring sosial anda, dengan URL : https://www.nrachman.net/2015/09/makanan-yang-baik-dan-amal-sholeh.html

Bookmark and Share

Grafik Harga Dinar terhadap Rupiah